Adakah jalan yang terang, siapa yang akan menjadi penerang dalam ruang yang sesak ini, betapa hinanya raga ini, betapa merahnya diri ini semerah merahnya bunga popy, tiada penanda sebagai pengingat keberadaanMu, detik semakin berdetak bunga poppy semakin kian berguguran, kapan jalan terang menerangi bunga-bunga yang redup tak tehingga, mungkin hujan saja yang memberikan riak-riak kesejukan, selembut matahari senja menjemput jiwaku yang sia-sia ini, riak-riak hujan dalam kubangan membiaskan bayang-bayangku yang kelam, oh Cermin riak-riak hujan yang tak akan rapuh dan hancur begitu jujur dalam keheningan mu, biarlah itu sebagai penanda bahwa aku akan selalu mengingatmu selembut matahari senja menjemput jiwaku yang sia-sia ini. Betapa hitamnya ruang ruang hidup ini tidak memberi sedikit nafas untuk menjelang dan merengkuhmu, Biarlah Kucicipi manisnya madu yang tertetes dari bibirmu yang selembut matahari senja, biarlah aku menggapaimu Surga yang surgawi, Cermin Riak hujan sebagai penanda dalam ke alphaan ku bahwa engkau selalu menelisik ku menembus tulang sumsum ku,
Cermin Riak Hujan begitu jujur dalam setiap helai nafasku sampai akhirnya engkau menjemput jiwa yang sia-sia ini